Zi84U5ZdN0Zb9MmpmAMk7MP2q2It2KgGN5HKVcN0
Bookmark

Peralihan Pemerintahan Bima Menjadi Swapraja

Kabupaten Bima pada tahun 1945-1957 Ketika Jepang masuk ke Bima sistim yang dirubah oleh Belanda kemudian diadakan kembali jadi pemerintahan di pegang oleh Sultan dan di bantu oleh Majelis Tureli. Dalam menjalangkan roda pemerintahan sehari-hari Sultan harus tunduk kepada Jepang system ini berlaku sampai Zaman kemerdekaan. Sekalipun daerah Bima berstatus jajahan Belanda dan Jepang, Suasana politik selalu kacau dan tidak menentu, namun Sultan Muhammad Salahuddin tetap memperhatikan perkembangan dibidang agama secara diam-diam Sultan membentuk suatu badan otonomi dari Hadat kerajaan Bima yang berfungsi mengurus dan mengawasi segala aktifitas dalam bidang keagamaan. Lembaga ini diberi nama Badan Hukum Syara’ Kesultanan Bima. 

Kedudukan Jepang pada saat perang dunia II semakin pudar dan hilang. Pada tahun 1945 kedudukan Jepang semakin sulit, disemua front tentara sekutu berhasil melumpuhkan kekuatan dan keserakahan Jepang di Indonesia pada umumnya di kesultanan Bima pada khususnya. Seminggu kemudian yaitu pada tanggal 14 Agustus 1945 M, Jepang menyerah tampa syarat kepada sekutu. Hal ini dimanfaatkan oleh bangsa Indonesia untuk memproklamirkan kemerdekaan. 

Soekarno- Hatta atas nama bangsa Indonesai pada tanggal 17 Agustus 1945. Dengan demikan bangsa Indonesia sudah merdeka. Gema proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945, baru terdengar di kesultanan Bima pada tanggal 2 September 1945 yang dikirim oleh gubernur Sunda Kecil, I. Gusti Ketut Puja mengirim utusan untuk menyampaikan berita proklamasi kemerdekaan pada Sultan Muhammd Salahuddin. Utusan yang menyampaikan berita proklamasi itu pada umumnya putera Bima yang ada di Singaraja, yaitu: Muhtar Zakaria, Majid Datuk, Mochtar Sulaiman, Saleh Sulaiman, A. Rahim Ali dan Nur Husen. Berita gembira tersebut diterima dengan senang hati oleh Sultan dan para tokoh partai politik, sosial dan keagamaan yang ada di Bima sekaligus mendukung sepenuhnya isi Proklamasi kemerdekaan Indonesia. 

Pada tanggal 31 Oktober 1945 dilakukan pengibaran Sang Bendera Merah Puti dihalaman Istana Kesultanan Bima. Bendera yang dikibarkan itu merupakan bendera yang berasal dari Bung Karno yang mengunjungi kota Singaraja Bali dalam rangka mengobarkan semangat juang rakyat Indonesia. Yang menerima Bendera Merah Putih dari Bung Krno adalah utusan resmi Kesultanan Bima, yaitu: Jeneli Rasa Na-e Idris Djafar bersama Jeneli Dompu Aming Daeng Emo. Selain mengibarkan Sang Merah Putih, Sultan secara resmi menyampaikan sikap seluruh rakyat dalam menyongsong peristiwa yang bersejarah yang terjadi pada tanggal 17 Agustus 1945. Dapat diketahui sebagaimana isi maklumat yang dikeluarkan oleh Sultan Muhammad Salahuddin pada tanggal 22 November 1945 yang berbunyi sebagai berikut: 

Kami Sultan Kerajaan Bima, menyatakan dengan sepenuhnya bahwa: 

  1. Pemerintah Kerjaan Bima, suatu daerah Istimewah dari Negara Republik Indonesia yang berdiri di belakang pemerintah Republik Indonesia. 
  2. Kami menyatakan, bahwa pada dasarnya segala kekuasaan dalam daerah pemerintahan Kerajaan Bima terletak di tangan kami, oleh karena itu berhubungan dengan suasana pada dewasa ini, kekuasaan- kekuasaan sampai ini tidak di tangan kami, maka dengan sendirinya kembali ketangan kami. 
  3. Kami menyatakan dengan sepenuhnya, bahwa berhubunga pemerintah lingkungan kerajaan Bima bersifat langsung dengan pusat Negara Republik Indonesia. 
  4. Kami memerintahkan dan percaya kepada sekalian penduduk dalam seluruh Kerajaan Bima, mereka akan bersifat sesuai dengan sabda kami yang terera di atas.  

Dari isi maklumat yang dikeluarkan oleh Sultan dapat dilihat betapa besar kecintaan Sultan terhadap Negara Republik Indonesiayang baru Swapraja.Tugas dewan ialah memberi nasehat kepada kepala daerah swapraja. Pertengahan tahun 1947 di Daerah pulau Sumbawa didirikan pula sebuah dewan yang dinamakan Dewan pulau Sumbawa. Anggota-anggota dewan tersebut diambil dari rakyat kerajaan masing-masing menurut banyaknya penduduk. Dewan ini bertugas memberikan nasehat kepada dewan raja-raja. Pada tahun 1947 semua hak kekuasaan HPF (Hoofd van Plaatselijk Bestuur) Di ketiga swapraja diatas diserahkan kedalam tangan Zelfbestuurder  .Pada tanggal 1 januari 1949 dewan kerajaan dan dewan-dewan pulau Sumbawa anggota-anggotanya diganti dengan anggota-anggota pilihan rakyak yang pemilihannya secara bertingkat. 

Pemilihan ini berjalan dengan lancar. Pada tanggal 26 maret 1946 kekuasaan assisten resident diserahkan kepada ketua Dewan raja- raja, yaitu Sri Sultan Bima Muhammad Salahuddin. Timbulnya pemberontakan Andi azis pada bulan april 1950 menghilangkan kepercayaan rakyat Sumbawa pada pemerintahan NIT pada tanggal 9 mei 1950 dewan raja-raja bersama-sama DPR. Pulau Sumbawa yang didukung oleh Ormas/Orpol mengeluarkan statement yang isinya keluar dari NIT dan menggabungkan diri dengan RI Yogya. 

Dampak  peralihan sistem pemerintahan 

Adapun dampak dampak yang dirasakan pada saat itu Dalam kesultanan Bima menyelengarakan tiga system dari lembaga itu kalau di istilahkanseperti: humentisku, dinas politika dan itu terjadi sejak tahun 1700-1800 memang mengandung sistem pemerintahan yang dibangun oleh tiga pilar tadi.dampak itu sehingga pada akhirnya kesultanan Bima bubar tata Hukum dan  

Tata pemerintahan hilang semuanya dan yang diadopsi kemudian adalah tata hukum tata pemerintahan republik Indonesia hukum-hukum yang berlaku adalah hukum positif peninggalan belanda, jadi Hukum adat hilang Hukum positif itulah yang menjadi hukum bagi Pemerintah Swapraja Bima pada saat itu. Yang kemudian berlanjut menjadi Kaerah kabupaten Dati dua. Jadi setelah itu dari proses integrasi itu sendiri memang terjadi pada tahun 1945 sampai pada masa transisi lahirnya UUD No 64 Tahun 1958 banyak sekali fluktuasi dan dinamika politik yang terjadi yang mengiringi perjalanan Peralihan dari Kesultanan kepada Swapraja dan Swapraja menjadi daerah Swatantra dulu,tapi kemudian menjadi Daerah Kabupaten dati dua yang terjadi pada waktu itu sehingga pada tahun 1958 Bima resmi bergabung dengan NKRI dan menjadi daerah Kabupaten dati dua itulah Dampak- Dampak yang terjadi setelah Proses integrasi ke NKRI.  

KESIMPULAN

Proses perubahan sistem pemerintahan keraja an Bima diawali dengan politik-politik yang terjadi pada masa sekitar tahun 1945 setelah Indonesia di proklamasihkan oleh Drs.Mohammad hatta dan Soekarno pada tanggal 17 agustus 1945 namun informasih tentang kemerdekaan itu baru tiba di Bima sekitar bulan Oktober oleh pelajar Bima yang menempuh pendidikan di singgaraja Bali sehingga pengibaran Bendera Sang Merah Putih pertama di Bima dilakukan pada tanggal 31 Oktober 1945 dan di proklamasihkan kemerdekaan oleh Dr. Soekarno sehingga terjadinya perubahan-perubahan politik. 

Peralihan Sistem Pemerintahan Kesultanan Bima Menjadi Sistem Swapraja Kabupaten Bima pada Tahun 1945-1957. Membawa dampak bagi kesultanan Bima.Namun memberikan pula dampak positif yang dimana Kesultanan Bima mampu menanggulagi penjajahan jepang dan NICA dengan lancar dengan bantuan KNID. KNID merupakan salah satu dewan yang menasihati sekaligus meringankan pekerjaan Kesultanan Bima pada saat itu. 

Berdasarkan simpulan tersebut maka penulis dapat memberikan saran: (1) Sebaiknya pemerintah daerah dalam hal ini mengajukan kepada sekolah-sekolah dari tingkat SD sampai SMP yang berada di kabupaten Bima untuk mengajakan sejarah Bima kepada siswa. Dengan demikian para siswa sebagai generasi muda akan mengetahui dan mencintai sosial budayanya. Sehingga mereka tidak terbius oleh sosial budaya asing yang bertentangan dengan pandangan hidup bangsa yaitu pancasila

Untuk melestarikan hasil budaya Bima pada masa lalu terutama pada masa Kesultanan, sebaiknya pemerintah daerah meningkatkan pemeliharaan dan pengamanan benda-benda budaya dan bangunan bersejarah lainnya. Karena benda-benda tersebut akan mampu mengisahkan riwayat kebesaran zaman nya kepada generasi masa kini dan masa yang akan datang.


Posting Komentar

Posting Komentar